Selasa, 08 Februari 2011

SEJARAH PUNK

Punk merupakan sub-budaya yang lahir di London, Inggris. Pada awalnya, kelompok punk selalu
dikacaukan oleh golongan skinhead . Namun, sejak tahun 1980-an, saat punk merajalela di Amerika , golongan punk dan skinhead seolah-olah
menyatu, karena mempunyai
semangat yang sama. Namun, Punk
juga dapat berarti jenis musik atau genre yang lahir di awal tahun 1970- an. Punk juga bisa berarti ideologi hidup yang mencakup aspek sosial dan politik. Gerakan anak muda yang diawali oleh
anak-anak kelas pekerja ini dengan
segera merambah Amerika yang
mengalami masalah ekonomi dan
keuangan yang dipicu oleh
kemerosotan moral oleh para tokoh politik yang memicu tingkat pengangguran dan kriminalitas yang
tinggi. Punk berusaha menyindir para
penguasa dengan caranya sendiri,
melalui lagu-lagu dengan musik dan
lirik yang sederhana namun kadang-
kadang kasar, beat yang cepat dan menghentak. Banyak yang menyalahartikan punk
sebagai glue sniffer dan perusuh
karena di Inggris pernah terjadi wabah penggunaan lem berbau tajam
untuk mengganti bir yang tak terbeli oleh mereka. Banyak pula yang
merusak citra punk karena banyak
dari mereka yang berkeliaran di
jalanan dan melakukan berbagai
tindak kriminal. Punk lebih terkenal dari hal fashion
yang dikenakan dan tingkah laku
yang mereka perlihatkan, seperti
potongan rambut mohawk ala suku indian, atau dipotong ala feathercut dan diwarnai dengan warna-warna
yang terang, sepatu boots, rantai dan
spike, jaket kulit, celana jeans ketat
dan baju yang lusuh, anti kemapanan,
anti sosial, kaum perusuh dan kriminal
dari kelas rendah, pemabuk berbahaya sehingga banyak yang
mengira bahwa orang yang
berpenampilan seperti itu sudah layak
untuk disebut sebagai punker. Punk juga merupakan sebuah
gerakan perlawanan anak muda yang
berlandaskan dari keyakinan we can
do it ourselves. Penilaian punk dalam
melihat suatu masalah dapat dilihat
melalui lirik-lirik lagunya yang bercerita tentang masalah politik,
lingkungan hidup, ekonomi, ideologi, sosial dan bahkan masalah agama. Gaya hidup dan Ideologi Psikolog brilian asal Rusia, Pavel Semenov, menyimpulkan bahwa
manusia memuaskan kelaparannya
akan pengetahuan dengan dua
cara. Pertama, melakukan penelitian
terhadap lingkungannya dan
mengatur hasil penelitian tersebut secara rasional (sains). Kedua,
mengatur ulang lingkungan
terdekatnya dengan tujuan
membuat sesuatu yang baru (seni). Dengan definisi diatas, punk dapat
dikategorikan sebagai bagian dari
dunia kesenian . Gaya hidup dan pola pikir para pendahulu punk mirip
dengan para pendahulu gerakan seni
avant-garde, yaitu dandanan nyleneh,
mengaburkan batas antara idealisme
seni dan kenyataan hidup,
memprovokasi audiens secara terang- terangan, menggunakan para
penampil (performer) berkualitas
rendah dan mereorganisasi (atau
mendisorganisasi) secara drastis
kemapanan gaya hidup. Para
penganut awal kedua aliran tersebut juga meyakini satu hal, bahwa
hebohnya penampilan (appearances)
harus disertai dengan hebohnya
pemikiran (ideas). Punk selanjutnya berkembang
sebagai buah kekecewaan musisi rock kelas bawah terhadap industri musik yang saat itu didominasi musisi
rock mapan, seperti The Beatles, Rolling Stone, dan Elvis Presley. Musisi punk tidak memainkan nada-nada
rock teknik tinggi atau lagu cinta yang
menyayat hati. Sebaliknya, lagu-lagu
punk lebih mirip teriakan protes
demonstran terhadap kejamnya
dunia. Lirik lagu-lagu punk menceritakan rasa frustrasi,
kemarahan, dan kejenuhan
berkompromi dengan hukum jalanan,
pendidikan rendah, kerja kasar,
pengangguran serta represi aparat,
pemerintah dan figur penguasa terhadap rakyat. Akibatnya punk dicap sebagai musik rock and roll aliran kiri, sehingga sering tidak mendapat kesempatan
untuk tampil di acara televisi.
Perusahaan-perusahaan rekaman
pun enggan mengorbitkan mereka. Gaya hidup ialah relatif tidak ada
seorangpun memiliki gaya hidup
sama dengan lainnya. Ideologi diambil
dari kata "ideas" dan "logos" yang
berarti buah pikiran murni dalam
kehidupan. Gaya hidup dan ideologi berkembang sesuai dengan tempat,
waktu dan situasi maka punk kalisari
pada saat ini mulai mengembangkan
proyek "jor-joran" yaitu manfaatkan
media sebelum media memanfaatkan
kita. Dengan kata lain punk berusaha membebaskan sesuatu yang
membelenggu pada zamannya
masing-masing. Punk dan Anarkisme Lihat juga Anarko-punk Kegagalan Reaganomic dan
kekalahan Amerika Serikat dalam Perang Vietnam di tahun 1980-an turut memanaskan suhu dunia punk
pada saat itu. Band-band punk
gelombang kedua ( 1980-1984), seperti Crass, Conflict, dan Discharge dari Inggris, The Ex dan BGK dari Belanda, MDC dan Dead Kennedys dari Amerika telah mengubah kaum punk
menjadi pemendam jiwa pemberontak
(rebellious thinkers) daripada sekadar
pemuja rock n ’ roll. Ideologi anarkisme yang pernah diusung oleh band-band punk gelombang pertama
(1972-1978), antara lain Sex Pistols dan The Clash, dipandang sebagai satu-satunya pilihan bagi mereka
yang sudah kehilangan kepercayaan
terhadap otoritas negara, masyarakat,
maupun industri musik. Di Indonesia, istilah anarki , anarkis atau anarkisme digunakan oleh media massa untuk menyatakan suatu tindakan perusakan, perkelahian atau
kekerasan massal. Padahal menurut
para pencetusnya, yaitu William Godwin, Pierre-Joseph Proudhon, dan Mikhail Bakunin , anarkisme adalah sebuah ideologi yang menghendaki
terbentuknya masyarakat tanpa
negara, dengan asumsi bahwa negara
adalah sebuah bentuk kediktatoran
legal yang harus diakhiri. Negara menetapkan pemberlakuan
hukum dan peraturan yang sering kali
bersifat pemaksaan, sehingga
membatasi warga negara untuk
memilih dan bertanggung jawab atas
pilihannya sendiri. Kaum anarkis berkeyakinan bila dominasi negara
atas rakyat terhapuskan, hak untuk
memanfaatkan kekayaan alam dan
sumber daya manusia akan
berkembang dengan sendirinya.
Rakyat mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri tanpa campur
tangan negara. Kaum punk memaknai anarkisme
tidak hanya sebatas pengertian politik
semata. Dalam keseharian hidup,
anarkisme berarti tanpa aturan
pengekang, baik dari masyarakat
maupun perusahaan rekaman, karena mereka bisa menciptakan sendiri
aturan hidup dan perusahaan
rekaman sesuai keinginan mereka.
Punk etika semacam inilah yang lazim
disebut DIY (do it yourself/lakukan
sendiri). Keterlibatan kaum punk dalam
ideologi anarkisme ini akhirnya
memberikan warna baru dalam
ideologi anarkisme itu sendiri, karena
punk memiliki ke-khasan tersendiri
dalam gerakannya. Gerakan punk yang mengusung anarkisme sebagai
ideologi lazim disebut dengan
gerakan Anarko-punk . Punk di Indonesia Berbekal etika DIY, beberapa
komunitas punk di kota-kota besar di
Indonesia seperti Jakarta , Bandung, Surabaya, Yogyakarta , dan Malang merintis usaha rekaman dan distribusi
terbatas. Mereka membuat label
rekaman sendiri untuk menaungi
band-band sealiran sekaligus
mendistribusikannya ke pasaran.
Kemudian usaha ini berkembang menjadi semacam toko kecil yang
lazim disebut distro. CD dan kaset tidak lagi menjadi satu-
satunya barang dagangan. Mereka
juga memproduksi dan
mendistribusikan t-shirt, aksesori,
buku dan majalah, poster, serta jasa
tindik (piercing) dan tatoo. Seluruh produk dijual terbatas dan dengan
harga yang amat terjangkau. Dalam
kerangka filosofi punk, distro adalah
implementasi perlawanan terhadap
perilaku konsumtif anak muda
pemuja Levi's, Adidas , Nike , Calvin Klein, dan barang bermerek luar
negeri lainnya.